Laktasi adalah
keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi sampai proses bayi
mengisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian integral dari siklus reproduksi
mamalia termasuk manusia.
Fisiologi Laktasi
Pada masa hamil, terjadi perubahan pada payudara, dimana ukuran payudara bertambah besar. Untuk mempersiapkan payudara agar pada waktunya dapat memberikan ASI, estrogen akan mempersiapkan kelenjar dari saluran ASI dalam bentuk poliferasi, deposit lemak, air dan elektrolit, jaringan ikat semakin banyak dan miopitel di sekitar kelenjar mammae semakin membesar.sedangkan progesterone meningkat kematangan kelenjar mammae dengan hormone lain. Bersamaan dengan membesaranya kehamilan perkembangan dan persiapan untuk memberikan ASI semakin tampak, payudara semakin membesar, puting susu semakin menonjol pembuluh darah semakin tampak, dan areola mammae makin hitam. (Manuaba, 1998)
Pada kehamilan lima bulan lebih, kadang-kadang dari ujung putting mulai keluar cairan yang disebut kolostrum. Sekresi cairan tersebut karena pengaruh hormone laktogen dari plasenta dan hormone prolaktin dari kelenjar hipofise. Produksi cairan tidak berlebihan karena meski selama hamil kadar prolaktin cukup tinggi pengaruhnya dihambat oleh estrogen.
Pada masa hamil, terjadi perubahan pada payudara, dimana ukuran payudara bertambah besar. Untuk mempersiapkan payudara agar pada waktunya dapat memberikan ASI, estrogen akan mempersiapkan kelenjar dari saluran ASI dalam bentuk poliferasi, deposit lemak, air dan elektrolit, jaringan ikat semakin banyak dan miopitel di sekitar kelenjar mammae semakin membesar.sedangkan progesterone meningkat kematangan kelenjar mammae dengan hormone lain. Bersamaan dengan membesaranya kehamilan perkembangan dan persiapan untuk memberikan ASI semakin tampak, payudara semakin membesar, puting susu semakin menonjol pembuluh darah semakin tampak, dan areola mammae makin hitam. (Manuaba, 1998)
Pada kehamilan lima bulan lebih, kadang-kadang dari ujung putting mulai keluar cairan yang disebut kolostrum. Sekresi cairan tersebut karena pengaruh hormone laktogen dari plasenta dan hormone prolaktin dari kelenjar hipofise. Produksi cairan tidak berlebihan karena meski selama hamil kadar prolaktin cukup tinggi pengaruhnya dihambat oleh estrogen.
Setelah partus,
pengaruh penekanan dari estrogen dan progesterone terhadap hipofisis hilang.
Timbul pengaruh hormon - hormon hipofisis kembali, antara lain lactogenic
hormone. (prolaktin) yang akan dihasilkan pula. Mamma yang telah dipersiapkan
pada masa hamil terpengaruhi, dengan akibat kelenjar-kelenjar susu
berkontraksi,sehingga pengeluaran air susu dilaksanakan.
Pada seorang wanita
menyusui ( laktasi ) kedua dan selanjutnya cenderung lebih baik dari pada yang
pertama, menunjukan bahwa seperti halnya pada semua fungsi reproduksi, di
perlukan “trial runs” ( latihan) sebelum mencapai kemampuan yang optimal. Pada
umumnya wanita yang lebih muda kemampuanya lebih baik dari pada yang tua.
Produksi ASI dapat meningkat atau menurun tergantung pada stimulasi pada kelenjar payudara terutama pada minggu pertama laktasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI antara lain :
1. Frekuensi Penyusuan
Pada studi 32 ibu dengan bayi prematur disimpulkan bahwa produksi
ASI akan optimal dengan pemompaan ASI lebih dari 5 kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan. Pemompaan dilakukan karena bayi prematur belum dapat menyusui (Hopkinson et al, 1988 dalam ACC/SCN, 1991). Studi lain yang dilakukan pada ibu dengan bayi cukup bulan
menunjukkan bahwa frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali perhari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan berhubungan dengan produksi ASI yang cukup (de Carvalho, et al, 1982 dalam ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini direkomendasikan penyusuan paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. Frekuensi penyusuan ini berkaitan dengan kemampuan stimulasi hormon dalam kelenjar payudara.
2. Berat Lahir
Prentice (1984) mengamati hubungan berat lahir bayi dengan volume ASI. Hal ini berkaitan dengan kekuatan untuk mengisap, frekuensi, dan lama penyusuan dibanding bayi yang lebih besar. Berat bayi pada hari kedua dan usia 1 bulan sangat erat berhubungan dengan kekuatan mengisap yang mengakibatkan perbedaan intik yang besar dibanding bayi yang mendapat formula. De Carvalho (1982) menemukan hubungan positif berat lahir bayi dengan frekuensi dan lama menyusui selama 14
hari pertama setelah lahir. Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr). Kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI.
3. Umur Kehamilan saat Melahirkan
Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi intik ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan mengisap pada bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ.
4. Umur dan Paritas
Umur dan paritas tidak berhubungan atau kecil hubungannya dengan produksi ASI yang diukur sebagai intik bayi terhadap ASI. Lipsman et al (1985) dalam ACC/SCN (1991) menemukan bahwa pada ibu menyusui usia remaja dengan gizi baik, intik ASI mencukupi berdasarkan pengukuran pertumbuhan 22 bayi dari 25 bayi. Pada ibu yang melahirkan lebih dari satu kali, produksi ASI pada hari keempat setelah melahirkan lebih tinggi dibanding ibu yang melahirkan pertama kali (Zuppa et al, 1989 dalam ACC/SCN, 1991), meskipun oleh Butte et al (1984) dan Dewey et al (1986) dalam ACC/SCN, (1991) secara statistik tidak terdapat hubungan nyata antara paritas dengan intik ASI oleh bayi pada ibu yang gizi baik.
5. Stres dan Penyakit Akut
Ibu yang cemas dan stres dapat mengganggu laktasi sehingga mempengaruhi produksi ASI karena menghambat pengeluaran ASI. Pengeluaran ASI akan berlangsung baik pada ibu yang merasa rileks dan nyaman. Studi lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji dampak dari berbagai tipe stres ibu khususnya kecemasan dan tekanan darah terhadap produksi ASI. Penyakit infeksi baik yang
kronik maupun akut yang mengganggu proses laktasi dapat mempengaruhi produksi
ASI.
6. Konsumsi Rokok
Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin. Studi Lyon,(1983); Matheson, (1989) menunjukkan adanya hubungan antara merokok dan penyapihan dini meskipun volume ASI tidak diukur secara langsung. Meskipun demikian pada studi ini dilaporkan bahwa prevalensi ibu perokok yang masih
menyusui 6 – 12 minggu setelah melahirkan lebih sedikit daripada ibu yang tidak perokok dari kelompok sosial ekonomi sama, dan bayi dari ibu perokok mempunyai insiden sakit perut yang lebih tinggi. Anderson et al (1982) mengemukakan bahwa ibu yang merokok lebih dari 15 batang rokok/hari mempunyai prolaktin 30-50% lebih rendah pada hari pertama dan hari ke 21 setelah melahirkan dibanding dengan yang tidak merokok.
7. Konsumsi Alkohol
Meskipun minuman alkohol dosis rendah disatu sisi dapat membuat ibu merasa lebih rileks sehingga membantu proses pengeluaran ASI namun disisi lain etanol dapat menghambat produksi oksitosin. Kontraksi rahim saat penyusuan merupakan indikator produksi oksitosin. Pada dosis etanol 0,5-0,8 gr/kg berat badan ibu mengakibatkan kontraksi rahim hanya 62% dari normal, dan dosis 0,9-1,1 gr/kg mengakibatkan kontraksi rahim 32% dari normal (Matheson, 18. Pil Kontrasepsi
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan penurunan volume dan durasi ASI (Koetsawang, 1987 dan Lonerdal, 1986 dalam ACC/SCN, 1991), sebaliknya bila pil hanya mengandung progestin maka tidak ada dampak terhadap volume ASI (WHO Task Force on Oral Contraceptives, 1988 dalam ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini WHO merekomendasikan pil progestin untuk ibu menyusui yang menggunakan pil kontrasepsi.
Ada dua cara untuk mengukur produksi ASI yaitu penimbangan berat badan bayi sebelum dan setelah menyusui; dan pengosongan payudara. Kurva berat badan bayi merupakan cara termudah untuk menentukan cukup tidaknya produksi ASI (Packard, 1982). Dilihat dari sumber zat gizi dalam ASI maka ada 3 sumber zat gizi dalam ASI yaitu : 1) disintesis dalam sel secretory payudara dari precursor yang ada di plasma; 2) disintesis oleh sel-sel lainnya dalam payudara; 3) ditransfer secara
langsung dari plasma ke ASI (Butte, 1988). Protein, karbohidrat, dan lemak berasal dari sintesis dalam kelenjar payudara dan transfer dari plasma ke ASI, sedangkan vitamin dan mineral berasal dari transfer plasma ke ASI. Semua fenomena fisiologi dan biokimia yang mempengaruhi komposisi plasma dapat juga mempengaruhi komposisi ASI. Komposisi ASI dapat dimodifikasi oleh hormon yang mempengaruhi sintesis dalam kelenjar payudara (Vaughan, 1999).
Aspek gizi ibu yang dapat berdampak terhadap komposisi ASI adalah intik pangan aktual, cadangan gizi, dan gangguan dalam penggunaan zat gizi. Perubahan status gizi ibu yang mengubah komposisi ASI dapat berdampak positif, netral, atau negatif terhadap bayi yang disusui. Bila asupan gizi ibu berkurang tetapi kadar zat gizi dalam ASI dan volume ASI tidak berubah maka zat gizi untuk sintesis ASI diambil dari cadangan ibu atau jaringan ibu. Komposisi ASI tidak konstan dan beberapa faktor fisiologi dan faktor non fisiologi berperan secara langsung dan tidak langsung. Faktor fisiologi meliputi umur penyusuan, waktu penyusuan, status gizi ibu, penyakit akut, dan pil kontrasepsi. Faktor non fisiologi meliputi aspek lingkungan, konsumsi rokok dan alkohol (Matheson, 1989).